"SEJARAH MUNCULNYA FILSAFAT ILMU"
1. Homo sapien: Manusia berpikir.
Homo sapiens adalah makhluk yang berfikir. Dengan
pikirannya, manusia bias melampaui
keterbatasannya. Homo Sapiens
juga merupakan sebuah istilah ilmiah bagi manusia. Dua kata penyusunnya adalah
Homo dan Sapiens. Dalam kamus Bahasa Latin, kata homo
sendiri berarti manusia dan sapiens berarti bijaksana. Kemudian, kata homo
mampu diserap kembali ke dalam Bahasa Inggris dan memunculkan sebuah kata baru
yaitu Human. Dalam kamus Bahasa Inggris, human berarti bersifat
manusia sedangkan pendidikan atau ilmu yang mempelajarinya disebut Humaniora.
Jika kedua kata (homo dan sapiens) digabungkan, maka akan
memunculkan suatu makna baru yaitu manusia yang bijaksana.
Homo sapiens adalah tanda kesadaran manusia akan
otonomi dan kreatifitas dirinya yang melahirkan kemampuan manusia untuk
bernalar, mencerap, mengamati, mengingat, membayangkan, menganalisis, memahami,
merasa, membangkitkan emosi, menghendaki, melakukan sintesis, abstraksi, serta
mengadakan suatu perhitungan menuju ke masa depan. Homo sapiens merupakan
sebuah keberadaan aktif yang memungkinkan dunia obyektif direfleksikan dalam
konsep, putusan intelektual, serta memungkinkan manusia mengorganiser
pikirannya darai taraf-taraf hipoteisis (dugaan-dugaan sementara) menuju taraf
pembuktian untuk menjadi teori, ilmu, teknologi, industri, dan sebagainya,
serta membuat manusia mampu memecahkan masalah-masalah kehidupan secara efektif
dan sitematis.
2. Filsafat:
asal dari semua ilmu
Filsafat telah menunjukkan supremasinya dalam pentas
pemikiran dan keilmuan dunia sebagai “ibu ilmu” (the mother of sciences).
Sebagai ibu, filsafat telah menunjukkan diri sebagai kekuatan yang mengandung
benih-benih pemikiran keilmuan, melahir dan menyusui bayi ilmu, dan terus
membina perkembangan ilmu menjadi cabang dan ranting-ranting keilmuan, serta
mendewasakan ilmu sebagai ilmu yang otonom dan mandiri.
1.
Filsafat sebagai ibu yang mengandung benih-benih
pemikiran keilmuan, mengandaikan bahwa filsafat sebagai ilmu berpikir selalu
mengembangkan gagasan-gagasannya, baik dalam alam kesadaran kritis (rasio)
maupun dalam pengalaman nyata untuk mencermati permasalahan lingkungan, baik
yang menyenangkan maupun yang mencemaskan. Pikiran-pikiran tersebut, tidak
dibiarkan berkelana tanpa arah, tetapi memelihara dan membinanya di dalam
kandungannya menjadi benih-benih pemikiran keilmuan. Filsafat terus membina
benih-benih pemikiran itu menjadi bayi keilmuan yang matang dan siap
diluncurkan (dilahirkan) dalam dunia keilmuan secara nyata.
2.
Sebagai ibu yang melahirkan bayi–bayi ilmu, filsafat
membidani sendiri proses kelahiran bayi ilmu dari kandungannya, sehingga
membentuk cabang-cabang dan ranting keilmuan baru yang bersifat khusus.
Filsafat, dalam hal ini, tidak ingin mati dengan fosil-fosil pemikiran yang
hanya bersifat hantu khayalan. Filsafat berusaha membedah dan melahirkan atau
meluncurkannya dalam kesegaran pemikiran keilmuan yang mempengaruhi sejarah
keilmuan dan menyumbang bagi tugas kebudayaan. Filsafat memiliki hubungan
bathiniah dengan ilmu sebagai hubungan ibu kandung dan anak kandung yang sah
dalam sebuah tanah air manusia sebagai makhluk berpikir (Homo Sapiens).
3.
Sebagai ibu kandung yang menyusui ilmu, filsafat
memberikan gizi pemikiran dalam berbagai proses diskursus dan ujian-ujian
kritis, dengan cara melakukan kritik, koreksi, dan penyempurnaan yang membangun
dan menumbuhkan taraf kamatangannya sebagai ilmu-ilmu atau cabang dan ranting
keilmuan yang mandiri. Filsafat, karena itu, tidak akan memperlakukan ilmu
sebagai budak penguasaan filsafat, tetapi mendorong proses pertumbuhan dan
perkembangan ilmu secara otonom. Filsafat berusaha membangun
diskursus-diskursus keilmuan, membuka dan membentangkan penemuan-penemuannya
dalam bentuk ilmu baru untuk diuji, baik dalam proses uji logis (pola
penalaran), uji material (materi pemikiran), serta uji metode, guna ferifikasi
dan validasi keilmuan secara kritis dan terbuka. Bahkan, filsafat berperan pula
sebagai ibu menyusui, mengasuh, dan mengasah pertumbuhan serta ketajaman ilmu
dalam sebuah proses komunikasi antar ilmu dan lintas ilmu. Melalui itu, ilmu
atau kegiatan keilmuan dapat bertumbuh dan berkembang secara sehat, sehingga
terhindar dari bahaya sesat pikir, keliru pikir, atau salah pikir.
4.
Sebagai ibu yang mendewasakan ilmu, filsafat tidak akan
pernah mengikat atau membelenggu ilmu di dalam pagarnya. Filsafat terus
mendorong kemandirian ilmu-ilmu sehingga ilmu-ilmu mampu mengembangkan
pemikiran serata metode-metode yang khas dalam percaturan keilmuan secara
global. Filsafat pula yang terus berperan membidani kelahiran benih-benih
pemikiran, pengetahuan, dan keilmuan untuk kepentingan praktis, baik dalam
bentuk teknologi, industri demi pemenuhuan kebutuhan hidup manusia, maupun
upaya klinis dalam penanggulangan dampak negatif pembangunan.
Pohon Ilmu
3.
Perkembangan
filsafat ilmu
Dalam sejarah perkembangannya sebagaimana yang
terjadi di dunia Islam dengan kelahiran mu’tazilah yang mengedepankan akal
(rasio) sekitar (abad 2 H/8M), di dunia Eropha juga lahir gerakan Aufklarung
(abad 11 H/17 M). kedua sisi ini hendak merasionalkan agama. Mu’tazilah menolak
adanya sifat-sifat Tuhan dan Aufklarung menolak trinitas sebagai sifat Tuan.
Alam Aufklarung inilah dalam perkembangannya telah membuat peradaban Eropa
menjurus pada pemujaan akal. Mereka berpendapat bahwa antara ilmu dan agama
terjadi pertentangan yang keras, ilmu pengetahuan berkembang pada dunianya dan
agama pada dunia yang lain. Dalam persoalan ini lahirlah sikap sekuleristik
dalam ilmu pengetahuan.
Namun perkembangan fisafat ilmu itu sendiri
berbanding lurus dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Tentang ilmu terutama
amat penting karangan-karangan dan buah pikiran Ibnu Rusyd (Averroism) sangat
berpengaruh atas perkembangan ilmu pada universitas-universitas yang terkenal
di Eropa, seperti Bologna, Napoli, Paris dan lain-lain sehingga menjadi faktor
yang penting dalam bangkitnya sikap pikiran ilmu manusia baru dizaman
renaissance.
Zaman perkembangan ilmu yang palnig menentukan
dasar kemajuan ilmu sekarang ini ialah sejak zaman sekarang ini ialah sejak
abad ke 17 dengan dorongan beberapa hal : pertama : untuk mengembalikan
keputusan dan pernyataan-pernyataan ilmiah lalu menonjolkan peranan matematik
sebagai sarana penunjang pemikiran ilmiah. Dalam angka inilah mulainya menonjol
peranan penggunaan angka Arab di Eropa (angka yang kita kenal di dunia
sekarang) karena dinilai lebih sederhana dan praktis dari pada angka –angka
Romawi. Adapun angka Arab itu sendiri dikembangkan dan berasal dari kebudayaan
India. Faktor yang kedua dalam revolusi ilmu di abad ke 17, ialah makin
gigihnya para ilmuwan menggunakan pengamatan dan eksperimen, dalam membuktikan
kebenaran-kebenaran preposisi ilmu.
Namun J.B.Bury menyangkal bahwa kemajuan ilmu
tidak terdapat pada abad pertengahan bahkan tidak terdapat pada awal
Renaissance ,tetapi baru abad ke -17, sebagai hasil dari rumusan Cartesius
tentang dua aksioma yaitu :
1) berkuasanya akal manusia dan 2) tak
berubah-ubahnya hukum alam.
Perkembangan pemikiran secara teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban Yunani .Oleh karena itu periodesasi perkembangan ilmu disusun mulai dari peradaban Yunani kemudian diakhiri pada penemuan-penemuan pada zaman kontemporer. Secara singkat periodesasi perkembangan ilmu dapat digambarkan sebagai berikut :
Perkembangan pemikiran secara teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban Yunani .Oleh karena itu periodesasi perkembangan ilmu disusun mulai dari peradaban Yunani kemudian diakhiri pada penemuan-penemuan pada zaman kontemporer. Secara singkat periodesasi perkembangan ilmu dapat digambarkan sebagai berikut :
a.
Pra Yunani
Kuno (abad 15-7 SM)
Dalam sejarah perkembangan
peradaban manusia. Yakni ketika belum mengenal peralatan seperti yang dipakai
sekarang ini. Pada masa itu manusia masih menggunakan batu sebagai peralatan.
b.
Zaman Yunani kuno (abad-7-2 SM)
Zaman Yunani kuno dipandang sebagai zaman
keemasan filsafat, karena pada masa ini orang memiliki kebebasan untuk
mengeluarkan ide-ide atau pendapatnya, Yunani pada masa itu dianggap sebagai
gudangnya ilmu dan filsafat,
c.
Zaman
Pertengahan (Abad 2- 14 SM)
Zaman pertengahan (middle age) ditandai dengan para tampilnya theolog di
lapangan ilmu pengetahuan. Ilmuwan pada masa ini adalah hampir semuanya para
theolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan.
d.
Masa Renaissance (14-17 M)
Zaman Renaissance ditandai sebagai era kebangkitan kembali pemikiran yang
bebas dari dogma-dogma agama, Renaissanse adalah zaman peralihan ketika
kebudayaan abad pertengahan mulai berubah menjadi suatu kebudayaan modern.
e. Filsafat Zaman Modern (17-19 M)
Zaman ini ditandai dengan berbagai dalam bidang ilmiah, serta filsafat dari
berbagai aliran muncul. Pada dasarnya corak secara keseluruhan bercorak sufisme
Yunani. Paham–paham yang muncul dalam garis besarnya adalah Rasionalisme,
Idialisme, dengan Empirisme. Paham Rasionalisme mengajarkan bahwa akal itulah
alat terpenting dalam memperoleh dan menguji pengetahuan.
f. Zaman Kontemporer
Yang dimaksud dengan zaman kontemporer adalah dalam kontek ini adalah era
tahun-tahun terakhir yang kita jalani hingga saat sekarang. Hal yang membedakan
pengamatan tentang ilmu pada zaman sekarang adalah bahwa zaman modern adalah
era perkembangan ilmu yang berawal sejak sekitar abad ke-15, sedangkan
kontemporer memfokuskan sorotannya pada berbagai perkembangan terakhir yang
terjadi hingga saat sekarang.
4.
Kesimpulan
a. Homo
sapiens adalah makhluk yang berfikir.
b. filsafat
telah menunjukkan supremasinya dalam pentas pemikiran dan keilmuan dunia
sebagai “ibu ilmu”
c. Bahwa filsafat ilmu mengalami sejarah yang
panjang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri.
d. Bahwa perkembangan ilmu pengetahuan tidak
bisa lepas dari perkembangan pemikiran secara teoritis yaitu senantiasa mengacu
kepada peradaban Yunani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar