Rabu, 15 Oktober 2014

Kisah Ibuku yang Tercinta,,,,

Ibu adalah sosok seorang insan manusia yang memiliki keikhlasan, keterampilan, keceriaan, kemampuan, keramahan, keindahan, lemah lembut, dan kuat dalam melangkahkan kaki-kakinya yang dimulai dari awal pagi hingga akhir malam. Namun, dibalik semua itu, Ibu terkadang bahkan sering bersedih dan lemah tetapi Ia mampu menyembunyikan semua keluhnya.

Hal ini telah aku saksikan sendiri dari raut wajah Ibundaku sendiri. Semua berawal dari kisah hidup keluargaku yang serba pas-pasan. Ketika saya mengawali langkahku dibangku sekolah, telah aku rasakan bagaimana itu perjuangan untuk tiba ditempat aku menuntut ilmu. Ketika ayah mencari nafkah, ibupun selalu berusaha dengan segala kemampuannya untuk membantu ayah mengais rezeki sesuai kemampuanya. Walaupun hanya berjualan kue dipasar seadanya, hal tersebut dapat membantu kebutuhan dirumah. 

Singkat cerita, ketika aku sempat tidak lanjut kuliah (nganggur) karena biaya yang tidak ada, Aku bekerja dan  menabung sebagian dari upahku. Setahun kemudian, aku melanjutkan pendidikanku dibangku kuliah. Ketika smester 4 berjalan tiba-tiba kabar yang menyayat hati itupundatang tanpa ada tanda yang memberikan kabar itu. Tak sadar akupun menangis tidak menyangka ayahku tercinta yang selama ini membanting tulang untuk menafkahi keluarga dan membiayai kuliahku telah jatuh sakit yang begitu parah. Berawal dari inilah kisah ibuku dimulai.

Ayahku yang terbaring dirumah, hanya mampu berdiri dan duduk saja, makanpun susah, badannya lemah. Biaya hidup kluargapun terkadang susah untuk didapat, ditambah lagi dengan biaya aku kuliah yang semakin hari semakin banyak. Sempat aku berfikir untuk berhenti kuliah, lalu mencari kerja, namun hal tersebut ditentang ayah dan ibuku. Kata mereka, "Nak apapun yang terjadi kepada kami (Ayah, Ibu), kuliah kamuharus tetap dilanjutkan. Itu adalah cobaan kamu. Tuhan memberi cobaan untuk kamu, apakah kamu mampu bertahan dan ikhlas hingga akhirnya berhasil dengan jalan yang penuh cobaan, ataukah kamu akan putus asa dengan mengambil jalan untuk tidak melanjutkan pendidikan kamu". Mendengar kata-kata itu, terasa hatiku melayang tak bisa aku menafsirkan rasa yang tersirat, tak sadar air mataku jatuh dan malu pada diriku sendiri yang sempat meragukan keagungan dan kasih sayang Tuhan, ketika itu akupun sadar bahwa perjuanganku harus tetap lanjut.

Dengan kondisi ekonomi keluargaku yang tiba-tiba menurun setelah ayahku jatuh sakit, Ibupun berdiri dengan wajah yang ikhlas menggantikan ayahku menjadi kepala keluarga dan berjuang mencari rezeki demi pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah aku dan adikku. Hati ini tak lelahnya menangis ketika melihat ibu menguras tenaga tanpa kenal lelah mencari rezeki halal dengan mengangkat seember pasir hingga menggunung. Hal itu dilakukannya demi biaya hidup yang semakin tinggi. Selain untuk makan, hasilnyapun digunakan untuk membeli obat ayahku yang jumlahnya lumayan untuk kantong ekonomi kami.

Disisi lain, ketika Ibu terdiam dalam shalatnya, diam-diam aku memperhatikan wajahnya yang lemah dan lesuh itupun seakan menjawab semua keluhnya kepada ALLAH. Ibu terdiam namun tak menangis, tapi aku mampu merasakan kesedihan yang dalam dari lubuk hatinya yang suci, tak sekalipun Ibu memperlihatkan air matanya dihadapan kami, Ibu selalu berusaha terlihat kuat dihadapan kami, walau sesungguhnya saat itu Kesehatannyapun menurun. Beliau selalu berkata kepada saya, " kamu yang sabar yah nak, hidup seadanya diperantauanmu, jangan hidup melihat kelebihan ekonomi teman kamu, tapi lihatlah kelebihanmu dibalik kekurangan kamu". Kata-kata itu yang selalu Ibu berikan ketika aku mencium tangannya yang penuh bekas kerja kerasnya sehari-hari. Kata itu yang selalu menguatkan aku, mengapa mreka bisa, akupun pasti bisa dengan menggunakan kelebihan dibalik kekuranganku itu.

Ditingkat akhir pendidikankupun, masih selalu tertatih melangkahkan kaki menuju titik akhir itu. Ditambah lagi dengan kondisi Ibu yang semakin tua dan melemah, rasa hati untuk cepat menyelesaikan studi, namun terkadang perjuangankupun selalu diberikan cobaan. Namun aku yakin smester ini adalah akhir dari tujuan Ayah dan Ibuku terjawab, semoga,,, amiiiin....

Ketika aku tiba dititik yang kami sekeluarga nantikan, aku akan mengatakan dengan bangaanya kepada semua orang bahwa sarjanaku ini adalah Sarjana Sekubik Pasir. Dengan ember-demi ember pasir yang dipikul Ibuku, akupun mampu menyelesaikan studiku. Tapi kata-kata ini masih aku simpan didalam hati dan fikirannku, Insya ALLAH, awal 2015 semuanya itu datang,,,

Terimakasih Ayah dan Ibu tercinta yang selalu mampu dan ikhlas membimbing anakmu ini. Hingga saat ini aku berada dititik perjuangan tingkat akhir...